[[SEBUAH KISAH
DALAM TULISAN]]
::DENGAN IKHLAS AKU BIARKAN “DIA”
PERGI::
Ada
sebuah kisah yang hendak aku tuliskan disini, hanya sebuah kisah biasa, yang mungkin
juga pernah terjadi pada episode hidup mu..
--------
Aku, takkan berani menyapanya, ataupun sekedar membagi senyumku. Cukup
bagiku, mengenalnya dalam kediaman seperti ini. Tak perlu mencari tau tentang namanya,
atau Fakultas apa dia, angkatan berapa, ah! Tak perlu aku mencari taunya, cukup
ku hapal saja sosoknya yang begitu anggun dengan busana serba panjang dan
longgarnya itu.
Pernah suatu kali aku satu bis dengannya, itu merupakan moment yang
takkan perrnah ku lupa, dia duduk disisi kiriku karena memang hanya ada satu
tempat duduk yang masih kosong, yaitu disebelahku. Mungkin, karena dia tak
punya banyak waktu jika harus menunggu kehadiran bis slanjutnya, akhirnya sosok
anggun itu duduk disampingku. Ku beranikan sejenak menatap wajahnya, kala dia
bertanya kepadaku “kosong?” dan aku langsung mengangguk cepat. Subhanallah,
indahnya ciptaanMu ya Allah, gumamku dalam hati. Tiga detik yang sangat
berharga, kala waktu memberiku kesempatan untuk menatap wajahnya dengan jarak
yang begitu dekat. Huuft! Aku lupa untuk beristighfar.
Sepanjang jalan aku hanya diam dan tidak melepaskan pandangku dari buku
yang ku pegang, walau sebenarnya fokus pikiranku tak lagi pada buku yang ku
pegang itu. Tak lagi berani satu detik pun melirik ke arahnya, karena waktu
sudah tak memberikanku kesempatan lagi, dia terlalu indah. Kain penutup
kepalanya yang panjang itu sungguh membuat aku sangat menjaga jarakku.
---------
*episode
1_
"uuuuh!"
Ini hal yang tak ku suka, saat aku harus terjaga dari sebuah mimpi yang akhirnya
menghadirkan kembali resah dan juga tersapa gelisah itu lagi. "Aaah!! Aku
benci ini..!" rutukku tiba-tiba. Namun, selang beberapa detik, segera ku tersadar
dan beristighfar, "astaghfirullahal'adziim..." lirih ku ucap kata
itu, perlahan ku sembunyikan wajahku dibalik kedua tanganku. "Haruskah aku
melepaskannya.." bisikku dalam hati.
Ku
lirik jam dinding di sudut atas meja belajarku, "haaah, jam setengah
tujuh, gak salah nih.. Masa' iya aku bangun kesiangan, tertinggal subuh! Gak ada
sejarahnya nih.!!." langsung aku terlonjak bangun bersama kagetku. Ah,
tapi tunggu dulu, kenapa jarum panjangnya tidak bergerak. "huuft.. hmm,
jamnya mati toh.." ku tepuk keningku pelan. Aku lupa untuk mengganti
baterainya sore tadi. Ada-ada saja, akhirnya ku raih ponselku, ku lihat waktu sekarang
menunjukkan pukul 02 lewat 10.
Masih
cukup lama jika harus menunggu shubuh, tapi rasa kantukku kini ntah telah
hilang kemana, yang tertinggal hanyalah sebuah keresahan yang menyapa hati.
Hhmm,
lama aku tertegun, tiba-tiba mata ini menatap sajadah coklatku yang terlipat
rapi disisi kiri meja belajarku berdampingan akrab dengan peci kesayanganku.
Ah, sudah beberapa hari ini kesibukanku di waktu siang dan juga jadwal tidurku
yang tak menentu, kadang baru bisa tidur ketika pergantian hari, yaa.. dini
hari baru dapat tertidur pulas. Hal inilah yang membuatku sulit terbangun disebagian
malamMu ya rabb. Maafkan hambamu ini ya rabb, yang kadang sering melupakanMu..
"astaghfirullah.." kembli aku beristghfar pelan.
Ku
seret tubuhku tuk bangun, menuju kamar mandi. Percikan demi percikan air bening
ini semakin menyadarkanku akan d0sa-dosa kecil yang mugkin tanpa sengaja atau
sengaja telah dilakukan anggota tubuh ini. Pada setiap basuhan whudu ini ku
titipkn d0a, berharap tetesan air yang berjatuhan ini, dapat membawa serta
d0sa-dosa kecil yang telah dilakukan oleh mulut ini, mata ini, pikiran ini,
pendengaran ini, tangan ini, juga kaki ini..
Ku
hadapkan tubuh ini pada Allah, ku hadirkan kembali jiwaku yang semakin rapuh dibalik
gagahnya jasadku, serta ku serahkan hatiku yang kini mulai terwarnai.
“Kau,
sang penggenggam hidupku, Kau Maha Tahu tentang apa saja yang kini tengah
berkecamuk dalam ruang pikir dan hatiku. Tentang ingin, harap, juga asa ku.
Tentang takdir cinta yang ku ingin dialah yang menjadi pendampingku kelak.
Ampuni hamba ya rabb, jika aku begitu memaksa soal takdir cintaku. Sulit sekali
jika aku harus melepaskannya. Apa maksud dari mimpi ku tadi ya rabb, apa Kau
ingin aku untuk mengikhlaskannya….” Tak mampu ku lanjutkan dialogku kepada
Allah, ada rasa perih yang sungguh tak dapat ku sembunyikan.
Sepotong
adengan dalam mimpiku tadi yang membangunkan ku kini, walau samar ku ingat,
tapi satu yang masih sangat aku ingat, ada yang akan mengkhitbah dia, sosok
anggun yang ku harap dialah takdir cintaku.
------------
Aku begitu bahagia hari ini, sebuah
kejadian yang tak disangka sama sekali ini akan terjadi, yang menghantarkanku
pada kesempatan untuk mengobrol dengan sosok anggun itu. Waktu kembali
memberiku kesempatan untuk mendengar suara lembutnya, kalau dulu hanya satu
kata yang ku dengar, kini ada banyak deretan kata-kata yang ku dengar. Tak bisa
ku bohongi, aku bahagia.
Akhirnya, aku tau namanya, juga
fakultasnya, juga angkatannya, juga nomor handphone-nya. Semua ku ketahui
begitu saja, tanpa harus sengaja aku cari.
“Tak
ada yang salah kan jika aku menyukainya, aku laki-laki, dia perempuan. Aku normal,
wajar jika aku menyukainya..!” ucapku memberi alasan.
“tapi
dia lebih tua darimu teman… dia seorang mbak tingkat” teman satu kost-ku
pengingatkanku kala aku ceritakan masalah hati ini padanya.
“loh,
kenapa? Adakah yang salah jika aku menyukai seorang perempuan yang usianya jauh
lebih tua dariku?? Hei, teman.. rasulullah saja ketika menikahi khodijah usia
mereka pun terpaut sangat jauh” balasku dengan nada yang sedikit kesal karena
dia menyinggung masalah usia.
“ya.ya.ya…”
balas temanku sambil mengangguk-anggukan kepalanya berulang-ulang.
“feelingku
juga mengatakan kalau beliau juga mempunyai rasa yang sama denganku” aku
kembali memberikan alasan, seakan masih ngotot.
“hmm,
mungkin saja perhatian mbak itu kepadamu selama ini hanya karena beliau
menganggapmu sebagai seorang adik” ujar temanku enteng.
Aku diam, ada terselip rasa kesal
yang ku simpan untuk temanku ini, ku balas ucapannya itu dengan senyum biasku,
akhirnya aku pergi meninggalkannya. “afwan teman, jangan tersinggung ya…
bercanda euy..” ucap temanku sesaat setelah aku hendak beranjak pergi darinya.
--------
Mendung menghitam kini
di langit hati_
Lalu_
Berjarak detik_
Ada gemuruh angin yang
kian mengencang menampar paras sang wajah_
Tertahan dalam tumpukan
rasa yang kian berantakan_
Berharap hujan kan segera
hadir_
Sederas-derasnya,
banjir pun tak apa, tsunami bila perlu!_
Agar tumpukan rasa yang
berantakn ini dapat terbawa serta dalam arusnya_
. . . . .
Mengeja waktu, pada setiap
gerak jarum jam_
Berharap waktu
berhenti, lama_
---------
Aku
mencoba tenang dengan segala keputusan yang dia ambil, mencoba menerima walau
sebenarnya ada penolakan dalam hati ini. Entah angin apa yang mengubah sikapnya
sore ini, ketika asyik chattingan dengannya, tiba-tiba dia menyampaikan
sesuatu.
…
[dek,
sepertinya selama ini, interaksi kita sudah terlalu berlebihan…]
[maksudnya..?]
[hhmm,
kita cukupkan saja sampai disini.. afwan jika nanti, sms adek atau telpon adek
tidak bisa mbak respon lagi. Mbak pikir, sudah saatnya kita intropeksi diri
masing-masing]
[begitukah?]
[iya]
[maukah menungguku hingga aku
tamat, aku akan segera mengkhitbahmu] ah, belum sempat aku enter tulisan ini,
beliau sudah off duluan.
Aku masih terpaku didepan layar
semu itu, muncul kembali bayang-bayang lalu yang menghadirkan ingatan dulu tentang
awal kami akhirnya bisa begitu akrab selepas beliau tamat, mungkin karena
beliau pikir usiaku yang jauh di bawahnya, panggilan adek-mbak ini membuat kami
menjadi ‘aman’ dalam berinteraksi selama ini, baik dalam hal curhat-curhatan,
atau candaan yang niatnya untuk saling menghibur, atau sekedar bertanya kabar,
atau berkirim pesan tausiyah. Ah! Hingga akhirnya ada rasa berbeda yang kini
hadir menyapa hati kami.
Aku terdiam, apalah aku ini, hanya
seorang mahasiswa yang masih disibukkan dengan tumpukkan tugas-tugas kuliah,
juga amanah di kampus, uang masih nadah sama orangtua. Sedangkan beliau sudah
tamat, sudah bekerja pula. Tapi, aku begitu berniat untuk mengkhitbahnya. Aku
ingin serius dengannya.
“sudahlah…
kalau jodoh toh gak akan kemana teman…” lagi, aku dinasehati oleh temanku
ketika seusai sholat isya dilihatnya aku begitu murung, seakan tau sebab
kemurunganku itu.
“takkan
tertukar tulang rusukmu itu…” lanjutnya, sambil merangkul bahuku kuat.
Aku
masih diam dengan wajah datar biasa tanpa ekspresi yang berarti, ku tatap
langit malam yang begitu indah dengan kelap-kelip taburan bintang disana,
sunyi, sepi, di masjid ini hanya tertinggal kami berdua, karena memang kami lah
yang bertugas menutup dan membuka masjid ini dengan alasan kost kami yang
berjarak tak kurang dari satu meter dengan masjid ini.
“pada
lauh mahfuzh, takdir kita telah tercatat dengan sangat rapi oleh Allah, baik
itu tentang rezeki kita, ajal kita, juga jodoh kita… lalu, apa yang membuatmu
ragu teman” temanku mulai bertausiyah, terkadang dibalik sifatnya yang suka
main-main terselip juga sifat seriusnya. Ku balas tausiyahnya itu dengan seulas
senyum.
“sabarlah
teman, fokuslah dulu dengan kuliahmu, amanahmu saat ini. Tabunglah dananya dari
sekarang, emangnya nikah gak pake’ duit apa… Sambil menunggu waktu itu tiba,
mari kita perbaiki ibadah kita dan kita pertebal iman kita, kita ini akan
menjadi imam bagi pasangan kita. Jika kita baik, maka pasangan kita pun akan
baik karena pasangan kita adalah cerminan dari diri kita” jelasnya panjang lebar.
Hampir ‘melongo’ aku mendengar kata-kata bijaknya malam ini, wah, ternyata
temanku ini sudah begitu dewasa. Akhirnya aku tertawa lepas.
“hhmm,
antum nih ya, di kasih nasehat malah diketawain gitu” ujar temanku rada sewot
karena melihat aku yang hanya merespon nasehatnya dengan tertawa.
“afwan
teman, jangan tersinggung atuh, wah hilang nih kedewasaannya kalau ngambek
gitu” godaku padanya yang mulai manyun.
“hahahaaa….
Iya, iya, iya… jazakumullah ya ustadz atas taujihnya tadi” ucapku cepat sebelum
dia marah beneran.
“ya
sudah, dah malam ini, ayok kita balik ke kost” ajaknya.
Kost-an
kami berdampingan erat, ya, sama seperti hubungan pertemanan kami yang juga
erat. Bersyukur mempunyai teman seperti dia, orangnya bisa diajak bercanda,
juga bisa diajak serius, seimbanglah hidupnya. Di waktu bersamaan aku dan dia
membuka pintu kost kami masing-masing.
“Selamat
malam teman, mimpi indah ya…” pesanku kepadanya sebelum aku masuk ke kost
miniku ini.
“iya.. selamat mimpi indah juga ya…
tapi ingat, jangan mimpiin sosok anggunmu itu!” balasnya pelan, karena takut
terdengar oleh tetangga kost yang lain. Aku hanya nyengir mendengar pesannya
itu.
Sebelum tidur, aku sempatkan tuk
bermuhasabah diri, merenungi segala salah dan khilafku, hmm.. astaghfirullah..
----------
*episode
2_
Sejenak
aku tertegun, mengingat mimpiku semalam. Selepas shubuh hingga sekarang ada
perasaan yang membuatku begitu tak
tenang kini. Lama sudah kami tak berhubungan sejak dia memutuskan untuk tidak
saling menghubungi. Mimpi semalam begitu membuatku ingin mendapatkan kepastian
darinya, adakah benar dari mimpiku semalam. Ku coba untuk meng-smsnya,
berbasi-basi sejenak, lalu dalam sms candaan ini ku selipkan tanya adakah dia
akan menikah. [iya] itu balasan darinya, aku mencoba tersenyum mencoba tuk
menghibur diri sendiri, lalu diam, inikah saatnya Kau menguji janji ikhlasku
yang dulu pernah ku utarakan padaMu ya rabb.
Benarkah dia bukan tulang rusukku?
Benarkah dia bukan takdir cintaku?
Benarkah
aku harus mengikhlaskannya kini?
Aku melangkah pelan menuju kost temanku,
ku ketuk dan ku ucapkan salam tanpa semangat, semenit kemudian wajah temanku
beserta senyumnya yang khas pun menyambut kehadiranku.
“walaikumsalam… ayok, masuk teman. Ada
apa? Mau nebeng sarapan lagi ya?” tanyanya ramah, Salah satu kebiasaanku kalau
sepagi ini bertamu ke tempatnya, biasanya mau numpang sarapan ditempatnya,
karena temanku ini termasuk yang rajin dalam membuat makanan sendiri.
Aku hanya diam, nyelonyor masuk tanpa
berniat membalas senyumnya. “Oalaaah, ada apa lagi denganmu teman?” tanyanya
langsung ketika menyadari kemurunganku ini.
“dia akan menikah” jawabku langsung.
“haah! Dia sopo?’ tanya temanku lagi.
sepertinya temanku sudah lupa tentang dia yang ku maksud.
“sosok anggun” balasku tak bersemangat.
“Oooooh…. Ya. Ya. Ya.. ana ingat! Ada
apa dengan beliau?” Tanyanya lagi. Ah, reaksinya ini malah menambah gondokku
saja, ingin rasanya pergi saja dari sini.
“dia akan menikah!” ulangku dengan nada
sedikit ketus.
“huuuuuuhhmmmm” temanku berdehem
panjang. “itu namanya bukan jodooooooh” sambungnya lagi. ku lihat di berlalu ke
dapur kecilnya dan kembali dengan dua piring nasi goreng di kedua tangannya.
“ini, kita bicarakan sambil sarapan ya” katanya sambil menyerahkan sepiring
nasi goreng di hadapanku. Hmm, rasa lapar yang tak bisa dibohongi ini, akhirnya
mengalahkan sejenak rasa ‘badmood’ku atas masalah hatiku ini. Malah aku nambah,
mungkin bawaan ‘badmood’ jadi melampiaskan kesalnya sama nasi goreng ini. Ku
lihat temanku hanya tertawa lepas melihat tingkahku.
“kenyang?” tanyanya padaku setelah ku
habiskan satu suapan terakhir nasi goreng buatannya ini.
“belum”
jawabku singkat dengan wajah manyun yang ku buat-buat. Lalu, sedetik kemudian
aku nyengir. Lalu kami tertawa lepas. Aku kembali termenung, melihat aku yang
sedari tadi hanya diam, temanku mulai mencoba untuk menghiburku, dimulainya
dengan hiburan nasyid ala gondesnya berserta gaya lucunya dan mulailah dia
berdendang.
_Bangun
pagi… dini hari… buru-buru sampai lupa mandi_
_Ingat
janji mau ketemu murobbi, dengan semangat tinggi… juga bawa data diri_
_Dandanan
rapi, aromanya serba wangi, sisiran gaya sepuluh jari_
_Menata
hati, biar tidak tampak grogi_
_Terima
tantangan dengan PeDe tinggi_
_Terkejutnya….
Tiada tara, saat murobbi memberi data_
_Sekuntum
bunganya serba mempesona, hapalan al.qur’annyaaaaa… sungguh luar biasa_
……
Alhasil aku tertawa lepas melihat
gayanya yang lucu, lalu berselang beberapa menit kemudian, dia terdiam, tak
melanjut lirik selanjutnya. “loh kok berhenti?” tanyaku dengan nada sedikit
kecewa, karena konser nasyidnya terhenti mendadak.
“hmm, sebenarnya kalau dengar lagu ini,
ana merasa sangat tersindir teman” ucapnya tiba-tiba. “yaaa… ana jadi ingat
dengan hapalan ana yang belum genap satu juz, itu pun kalau di muroja’ah ulang
pasti hasilnya berantakan” sambungnya lagi. “gimana mau jadi imam yang baik nih
untuk pasanganku kelak” lirih dia berkata. “eh, kok jadi ana yang curhat ya…
kan tadi antum yang curhat… hehee…” ujarnya lagi sambil cengengesan tak jelas.
“ya udahlah teman, kalau memang beliau
mau nikah, di ikhlaskan saja… berprasangka baiklah selalu terhadap Allah, jodoh
kita takkan terambil sama orang lain, juga takkan tertukar dengan orang lain.
Ingat sama pesan Allah, baik menurut kita belum berarti baik menurut Allah,
buruk menurut kita belum berarti buruk menurut Allah” sungguh bijak nasehat
temanku ini, aku hanya mampu meresponnya dengan senyumku.
“Allah Maha Tahu mana terbaik untuk
hamba-hambanya, tenanglah… Allah takkan memberikan kekecewaan kepada para
hambanya. Sesungguhnya, Allah sesuai dengan prasangka hambanya. Jadi, kita
harus berprasangka baik sama Allah. Oke teman…” ujarnya memberiku kekuatan.
“insyaAllah… ana ikhlas…” ucapku singkat
sembari tersenyum.
^_^ *the end* ^_^
Doa tuk mendapatkan jodoh yang baik
(dibaca en dihapal ya :) hehe...
robbanaa
hablanaa min azwaajinaa wadzurriyyatinaa qurrota a’yuniwwaj’alnaa lilmuttaqiina
imaman. Aamiin ya rabbal’alamiin.
“Ya Tuhan kami,
anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang
hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”
Aamiin ya rabbal’alamiin. _QS. Al. Furqon: 74_
Subhanallah mb...tulisan mb Wira bagus, keren! Cerita yang Indah:)...Hayyakallah
BalasHapus:) jzkllah dek..
BalasHapushe... ^_^
BalasHapusAllah memberikan rizki sesuai dengan kebutuhan hambaNya dan di waktu yang menurut Allah terbaik untuk kita mendapatkannya. Jodoh adalah salah satu rizki yang Allah persiapkan untuk kita.
BalasHapusAllah akan memberikan jodoh pada kita di saat yang tepat. Bukan sesuai dengan keinginan kita. Seringnya kita menginginkan sesuatu hanya berdasarkan pada keinginan bukan pada kebutuhan. Allah Maha Tahu, kapan kita akan siap untuk menerima sebuah tanggung jawab besar untuk membentuk suatu peradaban kecil yang di mulai dari sebuah keluarga.
Insha'Allah إن شاء الله)
(Seperti lagunya Maher Zain :))
:)
Hapus