Kamis, 21 Juli 2011

::DENGAN IKHLAS AKU BIARKAN "DIA" PERGI::



[[SEBUAH  KISAH  DALAM  TULISAN]]
::DENGAN IKHLAS AKU BIARKAN “DIA” PERGI::
Ada sebuah kisah yang hendak aku tuliskan disini, hanya sebuah kisah biasa, yang mungkin juga pernah terjadi pada episode hidup mu.. 

--------
Aku, takkan berani menyapanya, ataupun sekedar membagi senyumku. Cukup bagiku, mengenalnya dalam kediaman seperti ini. Tak perlu mencari tau tentang namanya, atau Fakultas apa dia, angkatan berapa, ah! Tak perlu aku mencari taunya, cukup ku hapal saja sosoknya yang begitu anggun dengan busana serba panjang dan longgarnya itu.

Pernah suatu kali aku satu bis dengannya, itu merupakan moment yang takkan perrnah ku lupa, dia duduk disisi kiriku karena memang hanya ada satu tempat duduk yang masih kosong, yaitu disebelahku. Mungkin, karena dia tak punya banyak waktu jika harus menunggu kehadiran bis slanjutnya, akhirnya sosok anggun itu duduk disampingku. Ku beranikan sejenak menatap wajahnya, kala dia bertanya kepadaku “kosong?” dan aku langsung mengangguk cepat. Subhanallah, indahnya ciptaanMu ya Allah, gumamku dalam hati. Tiga detik yang sangat berharga, kala waktu memberiku kesempatan untuk menatap wajahnya dengan jarak yang begitu dekat. Huuft! Aku lupa untuk beristighfar.

Sepanjang jalan aku hanya diam dan tidak melepaskan pandangku dari buku yang ku pegang, walau sebenarnya fokus pikiranku tak lagi pada buku yang ku pegang itu. Tak lagi berani satu detik pun melirik ke arahnya, karena waktu sudah tak memberikanku kesempatan lagi, dia terlalu indah. Kain penutup kepalanya yang panjang itu sungguh membuat aku sangat menjaga jarakku.
---------

*episode 1_
"uuuuh!" Ini hal yang tak ku suka, saat aku harus terjaga dari sebuah mimpi yang akhirnya menghadirkan kembali resah dan juga tersapa gelisah itu lagi. "Aaah!! Aku benci ini..!" rutukku tiba-tiba. Namun, selang beberapa detik, segera ku tersadar dan beristighfar, "astaghfirullahal'adziim..." lirih ku ucap kata itu, perlahan ku sembunyikan wajahku dibalik kedua tanganku. "Haruskah aku melepaskannya.." bisikku dalam hati.

Ku lirik jam dinding di sudut atas meja belajarku, "haaah, jam setengah tujuh, gak salah nih.. Masa' iya aku bangun kesiangan, tertinggal subuh! Gak ada sejarahnya nih.!!." langsung aku terlonjak bangun bersama kagetku. Ah, tapi tunggu dulu, kenapa jarum panjangnya tidak bergerak. "huuft.. hmm, jamnya mati toh.." ku tepuk keningku pelan. Aku lupa untuk mengganti baterainya sore tadi. Ada-ada saja, akhirnya ku raih ponselku, ku lihat waktu sekarang menunjukkan pukul 02 lewat 10.

Masih cukup lama jika harus menunggu shubuh, tapi rasa kantukku kini ntah telah hilang kemana, yang tertinggal hanyalah sebuah keresahan yang menyapa hati.
Hhmm, lama aku tertegun, tiba-tiba mata ini menatap sajadah coklatku yang terlipat rapi disisi kiri meja belajarku berdampingan akrab dengan peci kesayanganku. Ah, sudah beberapa hari ini kesibukanku di waktu siang dan juga jadwal tidurku yang tak menentu, kadang baru bisa tidur ketika pergantian hari, yaa.. dini hari baru dapat tertidur pulas. Hal inilah yang membuatku sulit terbangun disebagian malamMu ya rabb. Maafkan hambamu ini ya rabb, yang kadang sering melupakanMu.. "astaghfirullah.." kembli aku beristghfar pelan.

Ku seret tubuhku tuk bangun, menuju kamar mandi. Percikan demi percikan air bening ini semakin menyadarkanku akan d0sa-dosa kecil yang mugkin tanpa sengaja atau sengaja telah dilakukan anggota tubuh ini. Pada setiap basuhan whudu ini ku titipkn d0a, berharap tetesan air yang berjatuhan ini, dapat membawa serta d0sa-dosa kecil yang telah dilakukan oleh mulut ini, mata ini, pikiran ini, pendengaran ini, tangan ini, juga kaki ini..
Ku hadapkan tubuh ini pada Allah, ku hadirkan kembali jiwaku yang semakin rapuh dibalik gagahnya jasadku, serta ku serahkan hatiku yang kini mulai terwarnai.

“Kau, sang penggenggam hidupku, Kau Maha Tahu tentang apa saja yang kini tengah berkecamuk dalam ruang pikir dan hatiku. Tentang ingin, harap, juga asa ku. Tentang takdir cinta yang ku ingin dialah yang menjadi pendampingku kelak. Ampuni hamba ya rabb, jika aku begitu memaksa soal takdir cintaku. Sulit sekali jika aku harus melepaskannya. Apa maksud dari mimpi ku tadi ya rabb, apa Kau ingin aku untuk mengikhlaskannya….” Tak mampu ku lanjutkan dialogku kepada Allah, ada rasa perih yang sungguh tak dapat ku sembunyikan.
Sepotong adengan dalam mimpiku tadi yang membangunkan ku kini, walau samar ku ingat, tapi satu yang masih sangat aku ingat, ada yang akan mengkhitbah dia, sosok anggun yang ku harap dialah takdir cintaku.
------------

Aku begitu bahagia hari ini, sebuah kejadian yang tak disangka sama sekali ini akan terjadi, yang menghantarkanku pada kesempatan untuk mengobrol dengan sosok anggun itu. Waktu kembali memberiku kesempatan untuk mendengar suara lembutnya, kalau dulu hanya satu kata yang ku dengar, kini ada banyak deretan kata-kata yang ku dengar. Tak bisa ku bohongi, aku bahagia.
Akhirnya, aku tau namanya, juga fakultasnya, juga angkatannya, juga nomor handphone-nya. Semua ku ketahui begitu saja, tanpa harus sengaja aku cari.

“Tak ada yang salah kan jika aku menyukainya, aku laki-laki, dia perempuan. Aku normal, wajar jika aku menyukainya..!” ucapku memberi alasan.
“tapi dia lebih tua darimu teman… dia seorang mbak tingkat” teman satu kost-ku pengingatkanku kala aku ceritakan masalah hati ini padanya.
“loh, kenapa? Adakah yang salah jika aku menyukai seorang perempuan yang usianya jauh lebih tua dariku?? Hei, teman.. rasulullah saja ketika menikahi khodijah usia mereka pun terpaut sangat jauh” balasku dengan nada yang sedikit kesal karena dia menyinggung masalah usia.
“ya.ya.ya…” balas temanku sambil mengangguk-anggukan kepalanya berulang-ulang.
“feelingku juga mengatakan kalau beliau juga mempunyai rasa yang sama denganku” aku kembali memberikan alasan, seakan masih ngotot.
“hmm, mungkin saja perhatian mbak itu kepadamu selama ini hanya karena beliau menganggapmu sebagai seorang adik” ujar temanku enteng.
Aku diam, ada terselip rasa kesal yang ku simpan untuk temanku ini, ku balas ucapannya itu dengan senyum biasku, akhirnya aku pergi meninggalkannya. “afwan teman, jangan tersinggung ya… bercanda euy..” ucap temanku sesaat setelah aku hendak beranjak pergi darinya.
--------

Mendung menghitam kini di langit hati_
Lalu_
Berjarak detik_
Ada gemuruh angin yang kian mengencang menampar paras sang wajah_
Tertahan dalam tumpukan rasa yang kian berantakan_
Berharap hujan kan segera hadir_
Sederas-derasnya, banjir pun tak apa, tsunami bila perlu!_
Agar tumpukan rasa yang berantakn ini dapat terbawa serta dalam arusnya_
. . . . .
Mengeja waktu, pada setiap gerak jarum jam_
Berharap waktu berhenti, lama_

---------

Aku mencoba tenang dengan segala keputusan yang dia ambil, mencoba menerima walau sebenarnya ada penolakan dalam hati ini. Entah angin apa yang mengubah sikapnya sore ini, ketika asyik chattingan dengannya, tiba-tiba dia menyampaikan sesuatu.
[dek, sepertinya selama ini, interaksi kita sudah terlalu berlebihan…]
[maksudnya..?]
[hhmm, kita cukupkan saja sampai disini.. afwan jika nanti, sms adek atau telpon adek tidak bisa mbak respon lagi. Mbak pikir, sudah saatnya kita intropeksi diri masing-masing]
[begitukah?]
[iya]
[maukah menungguku hingga aku tamat, aku akan segera mengkhitbahmu] ah, belum sempat aku enter tulisan ini, beliau sudah off duluan.

Aku masih terpaku didepan layar semu itu, muncul kembali bayang-bayang lalu yang menghadirkan ingatan dulu tentang awal kami akhirnya bisa begitu akrab selepas beliau tamat, mungkin karena beliau pikir usiaku yang jauh di bawahnya, panggilan adek-mbak ini membuat kami menjadi ‘aman’ dalam berinteraksi selama ini, baik dalam hal curhat-curhatan, atau candaan yang niatnya untuk saling menghibur, atau sekedar bertanya kabar, atau berkirim pesan tausiyah. Ah! Hingga akhirnya ada rasa berbeda yang kini hadir menyapa hati kami.

Aku terdiam, apalah aku ini, hanya seorang mahasiswa yang masih disibukkan dengan tumpukkan tugas-tugas kuliah, juga amanah di kampus, uang masih nadah sama orangtua. Sedangkan beliau sudah tamat, sudah bekerja pula. Tapi, aku begitu berniat untuk mengkhitbahnya. Aku ingin serius dengannya.

“sudahlah… kalau jodoh toh gak akan kemana teman…” lagi, aku dinasehati oleh temanku ketika seusai sholat isya dilihatnya aku begitu murung, seakan tau sebab kemurunganku itu.
“takkan tertukar tulang rusukmu itu…” lanjutnya, sambil merangkul bahuku kuat.
Aku masih diam dengan wajah datar biasa tanpa ekspresi yang berarti, ku tatap langit malam yang begitu indah dengan kelap-kelip taburan bintang disana, sunyi, sepi, di masjid ini hanya tertinggal kami berdua, karena memang kami lah yang bertugas menutup dan membuka masjid ini dengan alasan kost kami yang berjarak tak kurang dari satu meter dengan masjid ini.
“pada lauh mahfuzh, takdir kita telah tercatat dengan sangat rapi oleh Allah, baik itu tentang rezeki kita, ajal kita, juga jodoh kita… lalu, apa yang membuatmu ragu teman” temanku mulai bertausiyah, terkadang dibalik sifatnya yang suka main-main terselip juga sifat seriusnya. Ku balas tausiyahnya itu dengan seulas senyum.
“sabarlah teman, fokuslah dulu dengan kuliahmu, amanahmu saat ini. Tabunglah dananya dari sekarang, emangnya nikah gak pake’ duit apa… Sambil menunggu waktu itu tiba, mari kita perbaiki ibadah kita dan kita pertebal iman kita, kita ini akan menjadi imam bagi pasangan kita. Jika kita baik, maka pasangan kita pun akan baik karena pasangan kita adalah cerminan dari diri kita” jelasnya panjang lebar. Hampir ‘melongo’ aku mendengar kata-kata bijaknya malam ini, wah, ternyata temanku ini sudah begitu dewasa. Akhirnya aku tertawa lepas.
“hhmm, antum nih ya, di kasih nasehat malah diketawain gitu” ujar temanku rada sewot karena melihat aku yang hanya merespon nasehatnya dengan tertawa.
“afwan teman, jangan tersinggung atuh, wah hilang nih kedewasaannya kalau ngambek gitu” godaku padanya yang mulai manyun.
“hahahaaa…. Iya, iya, iya… jazakumullah ya ustadz atas taujihnya tadi” ucapku cepat sebelum dia marah beneran.
“ya sudah, dah malam ini, ayok kita balik ke kost” ajaknya.
Kost-an kami berdampingan erat, ya, sama seperti hubungan pertemanan kami yang juga erat. Bersyukur mempunyai teman seperti dia, orangnya bisa diajak bercanda, juga bisa diajak serius, seimbanglah hidupnya. Di waktu bersamaan aku dan dia membuka pintu kost kami masing-masing.
“Selamat malam teman, mimpi indah ya…” pesanku kepadanya sebelum aku masuk ke kost miniku ini.
“iya.. selamat mimpi indah juga ya… tapi ingat, jangan mimpiin sosok anggunmu itu!” balasnya pelan, karena takut terdengar oleh tetangga kost yang lain. Aku hanya nyengir mendengar pesannya itu.
Sebelum tidur, aku sempatkan tuk bermuhasabah diri, merenungi segala salah dan khilafku, hmm.. astaghfirullah..
----------

*episode 2_
Sejenak aku tertegun, mengingat mimpiku semalam. Selepas shubuh hingga sekarang ada perasaan yang  membuatku begitu tak tenang kini. Lama sudah kami tak berhubungan sejak dia memutuskan untuk tidak saling menghubungi. Mimpi semalam begitu membuatku ingin mendapatkan kepastian darinya, adakah benar dari mimpiku semalam. Ku coba untuk meng-smsnya, berbasi-basi sejenak, lalu dalam sms candaan ini ku selipkan tanya adakah dia akan menikah. [iya] itu balasan darinya, aku mencoba tersenyum mencoba tuk menghibur diri sendiri, lalu diam, inikah saatnya Kau menguji janji ikhlasku yang dulu pernah ku utarakan padaMu ya rabb.

Benarkah dia bukan tulang rusukku?
Benarkah dia bukan takdir cintaku?
Benarkah aku harus mengikhlaskannya kini?

Aku melangkah pelan menuju kost temanku, ku ketuk dan ku ucapkan salam tanpa semangat, semenit kemudian wajah temanku beserta senyumnya yang khas pun menyambut kehadiranku.
“walaikumsalam… ayok, masuk teman. Ada apa? Mau nebeng sarapan lagi ya?” tanyanya ramah, Salah satu kebiasaanku kalau sepagi ini bertamu ke tempatnya, biasanya mau numpang sarapan ditempatnya, karena temanku ini termasuk yang rajin dalam membuat makanan sendiri.
Aku hanya diam, nyelonyor masuk tanpa berniat membalas senyumnya. “Oalaaah, ada apa lagi denganmu teman?” tanyanya langsung ketika menyadari kemurunganku ini.
 “dia akan menikah” jawabku langsung.
“haah! Dia sopo?’ tanya temanku lagi. sepertinya temanku sudah lupa tentang dia yang ku maksud.
“sosok anggun” balasku tak bersemangat.
“Oooooh…. Ya. Ya. Ya.. ana ingat! Ada apa dengan beliau?” Tanyanya lagi. Ah, reaksinya ini malah menambah gondokku saja, ingin rasanya pergi saja dari sini.
“dia akan menikah!” ulangku dengan nada sedikit ketus.
“huuuuuuhhmmmm” temanku berdehem panjang. “itu namanya bukan jodooooooh” sambungnya lagi. ku lihat di berlalu ke dapur kecilnya dan kembali dengan dua piring nasi goreng di kedua tangannya. “ini, kita bicarakan sambil sarapan ya” katanya sambil menyerahkan sepiring nasi goreng di hadapanku. Hmm, rasa lapar yang tak bisa dibohongi ini, akhirnya mengalahkan sejenak rasa ‘badmood’ku atas masalah hatiku ini. Malah aku nambah, mungkin bawaan ‘badmood’ jadi melampiaskan kesalnya sama nasi goreng ini. Ku lihat temanku hanya tertawa lepas melihat tingkahku.

“kenyang?” tanyanya padaku setelah ku habiskan satu suapan terakhir nasi goreng buatannya ini.
“belum” jawabku singkat dengan wajah manyun yang ku buat-buat. Lalu, sedetik kemudian aku nyengir. Lalu kami tertawa lepas. Aku kembali termenung, melihat aku yang sedari tadi hanya diam, temanku mulai mencoba untuk menghiburku, dimulainya dengan hiburan nasyid ala gondesnya berserta gaya lucunya dan mulailah dia berdendang.

_Bangun pagi… dini hari… buru-buru sampai lupa mandi_
_Ingat janji mau ketemu murobbi, dengan semangat tinggi… juga bawa data diri_
_Dandanan rapi, aromanya serba wangi, sisiran gaya sepuluh jari_
_Menata hati, biar tidak tampak grogi_
_Terima tantangan dengan PeDe tinggi_
_Terkejutnya…. Tiada tara, saat murobbi memberi data_
_Sekuntum bunganya serba mempesona, hapalan al.qur’annyaaaaa… sungguh luar biasa_
……

Alhasil aku tertawa lepas melihat gayanya yang lucu, lalu berselang beberapa menit kemudian, dia terdiam, tak melanjut lirik selanjutnya. “loh kok berhenti?” tanyaku dengan nada sedikit kecewa, karena konser nasyidnya terhenti mendadak.
“hmm, sebenarnya kalau dengar lagu ini, ana merasa sangat tersindir teman” ucapnya tiba-tiba. “yaaa… ana jadi ingat dengan hapalan ana yang belum genap satu juz, itu pun kalau di muroja’ah ulang pasti hasilnya berantakan” sambungnya lagi. “gimana mau jadi imam yang baik nih untuk pasanganku kelak” lirih dia berkata. “eh, kok jadi ana yang curhat ya… kan tadi antum yang curhat… hehee…” ujarnya lagi sambil cengengesan tak jelas.
“ya udahlah teman, kalau memang beliau mau nikah, di ikhlaskan saja… berprasangka baiklah selalu terhadap Allah, jodoh kita takkan terambil sama orang lain, juga takkan tertukar dengan orang lain. Ingat sama pesan Allah, baik menurut kita belum berarti baik menurut Allah, buruk menurut kita belum berarti buruk menurut Allah” sungguh bijak nasehat temanku ini, aku hanya mampu meresponnya dengan senyumku.
“Allah Maha Tahu mana terbaik untuk hamba-hambanya, tenanglah… Allah takkan memberikan kekecewaan kepada para hambanya. Sesungguhnya, Allah sesuai dengan prasangka hambanya. Jadi, kita harus berprasangka baik sama Allah. Oke teman…” ujarnya memberiku kekuatan.
“insyaAllah… ana ikhlas…” ucapku singkat sembari tersenyum.

^_^ *the end* ^_^
Doa tuk mendapatkan jodoh yang baik (dibaca en dihapal ya :) hehe...

robbanaa hablanaa min azwaajinaa wadzurriyyatinaa qurrota a’yuniwwaj’alnaa lilmuttaqiina imaman. Aamiin ya rabbal’alamiin.
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” Aamiin ya rabbal’alamiin. _QS. Al. Furqon: 74_

5 komentar:

  1. Subhanallah mb...tulisan mb Wira bagus, keren! Cerita yang Indah:)...Hayyakallah

    BalasHapus
  2. Allah memberikan rizki sesuai dengan kebutuhan hambaNya dan di waktu yang menurut Allah terbaik untuk kita mendapatkannya. Jodoh adalah salah satu rizki yang Allah persiapkan untuk kita.
    Allah akan memberikan jodoh pada kita di saat yang tepat. Bukan sesuai dengan keinginan kita. Seringnya kita menginginkan sesuatu hanya berdasarkan pada keinginan bukan pada kebutuhan. Allah Maha Tahu, kapan kita akan siap untuk menerima sebuah tanggung jawab besar untuk membentuk suatu peradaban kecil yang di mulai dari sebuah keluarga.
    Insha'Allah إن شاء الله‎)
    (Seperti lagunya Maher Zain :))

    BalasHapus